My Blog List

Wednesday, October 20, 2010



Anwari Doel Arnowo
20/10/2010
Pahlawan
Akhir-akhir ini banyak sekali orang menyebut masalah kepahlawanan.
Dari Pahlawan Nasional sampai dengan pahlawan devisa, mereka ini adalah para pekerja (umumnya Pembantu Rumah tangga yang bekerja di luar negeri dan menghasilkan devisa)
Pahlawan bagi saya bisa terjadi karena perbuatan yang dianggap heroik oleh kalangan orang banyak. Tergantung kalangan di mana terjadinya perbuatan kepahlawanan. Tergantung kepada waktu dan sifat kepahlawanannya juga. Yang boleh menilai kepahlawanan itu hanyalah orang lain di luar dirinya sendiri, termasuk boleh saja anaknya pribadi, seperti baru-baru ini dikemukakan oleh anak bekas pimpinan pemerintahan orde baru, yang menyatakan bahwa pengakuan soal kepahlawanan adalah soal waktu saja. Surak, surak horeee kata orang Jawa.
Mereka yang sepihak dengan sang anak itu tentu gembira , karena selama pemerintahan sang ayah yang pimpinan orde baru itu, mereka telah diuntungkan secara materi dan macam-macam komoditi hasil dari  pencuri nomor satu di dunia, sebagai yang telah mencuri sejumlah uang senilai 15 sampai 35 miliar US Dollar dengan pernyataan resmi dari StAR (Stolen Assets Recovery) yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) Ban-Ki Moon. Silakan baca Bab 2.2 Table 1 di : http://siteresources.worldbank.org/NEWS/Resources/Star-rep-full.pdf
Saya tidak mengiri, saya tidak ingin mendapat bagian setitikpun materi dari kemuliaan dan kekayaan yang timbul terhadap bapaknya sang anak ini. Justru saya amat kasihan terhadap upaya ini, yang mau  mengangkat sesuatu yang dianggap amat “penting”, tetapi tidak memerdulikan sakit hatinya jutaan manusia lain yang telah dianiaya dan disengsarakan serta telah dicabut hak-haknya berikut nyawanya. Sebagai manusia biasa nyawa adalah harta terakhir yang dimilikinya. Yang seperti ini pun dicabut juga. Janganlah seperti yang selalu telah terjadi, bahwa kalau ada perbuatan jelek maka pelakunya adalah oknum. Pimpinan lepas dari tanggungjawab. Saya kupas dan mengingatkan saja bahwa sifat-sifat yang melekat di dalam kriteria kepahlawanan sungguh amat jauh dari yang begitu.
Jaman dahulu kala para pahlawan dengan mudah diciptakan, biasanya dengan myth (mitos) berupa kekuatan ekstra manusia, yang tidak dimiliki oleh sembarang orang biasa. Gatotkaca bisa terbang, demikian juga superman, Raja atau Ratu tidak mempan senjata tajam, Raja yang yang memiliki kesaktian Illahi, mencarikan kedekatan sang Sultan dengan kekuatan ghaib, mengarah ke-Dewa-an. Kemudian ada peranan sejarawan yang biasanya selalu dekat dengan sang penguasa, yang bersedia menuliskan secara bombastis kehebatannya sang penguasa. Anda bayangkan saja bagaimana mungkin Khubilai Khan di”cerita”kan telah dapat menggerakkan tentaranya sekian ratus ribu manusia beserta pasukan berkudanya menaklukkan Eropa dan menjalani rute dari Mongol ke Eorpa. Makan waktu berapa tahun waktu itu?? Bandingkan dengan yang ada di link berikut: http://en.wikipedia.org/wiki/Kublai_Khan .  Bila anda yang berkuasa, saat ini, dan menggerakkan pasukan seperti itu dengan fasilitas modern yang ada, Pesawat Hercules dan logistik makanan serta perlengkapan perang dari Mongol ke Eropa, sanggupkah??
Dalam hal kepahlawanan Soekarno, bersama dengan Mohammad Hatta,  saya ingin mendapatkan kepastian apakah beliau sudah pernah mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mereka proklamasikan. Apakah Gelar Pahlawan Proklamator itu sudah setara ataukah masih belum sama, dengan Gelar Pahlawan Nasional? Sudah saya upayakan mendapatkan data resminya seperti antara lain saya baca di :   http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno . Tolong bantulah saya mencarikannya di mana saya akan bisa pakai sebagai referensi resmi untuk selanjutnya. Hal ini saya pandang amat penting bagi kejujuran terhadap anak-anak dan cucu-cucu kita di kemudian hari. Saya tidak punya kepentingan lain. Juga silakan baca: http://www.jpnn.com/read/2010/10/18/74795/Kemensos-Usulkan-10-Calon-Pahlawan-Baru-ke-Istana-
Apabila pihak penguasa sekarang ingin sekali menjalankan hal-hal yang berlawanan dengan aspirasi dari masyarakat Indonesia yang saya golongkan sebagai The Silent majority (Masyarakat mayoritas yang diam-diam saja) itu biasanya karena hal-hal seperti berikut ini.  Bahwa masyarakat yang seperti ini exist (nyata-nyata ada) di dalam kalangan Republik kita, janganlah tidak percaya. Masyarakat yang seperti ini ada, yang secara sengaja pura-pura tidak perduli karena sesungguhnya ketakutan akan terganggu kehidupannya. Selama masih ada rasa seperti ini, berarti kita tidak akan mampu untuk berlaku jujur kepada anak-anak dan cucu-cucu kita yang ada dan yang akan datang.
Banyak di antara para pahlawan yang telah keliru kita angkat dan sama sekali tidak pantas dijadikan pahlawan. Yang telah bersemayam di Taman Makam Kailbata saja sudah sekian banyak yang koruptor kelas ikan hiu, bukan sekedar kakap. Yang menempelkan Bintang Mahaputra di DADA ISTRINYA SENDIRI JUGA SUNGGUH-SUNGGUH MENAKJUBKAN “KEBERANIANNYA BERBUAT SEPERTI ITU”
Ayah saya sendiri juga bukan pahlawan apa-apa, tetapi patungnya ada didirikan di dalam lingkungan Tugu Pahlawan di kota Surabaya. Ironisnya para penanda-tangan peresmian Tugu Pahlawan inipun sampai hari ini, saya duga belum atau tidak pernah diumumkan sebagai Pahlawan. Mereka itu adalah Walikotamadya Surabaya (1950s/1952) bernama Doel Arnowo dan Presiden Republik Indonesia(1945 s/d 1966?) bernama Ir. Soekarno.
Saya masih menganggap ayah saya sebagai ayah saya yang utuh, sebagai ayah dengan 11 orang anak dan saya sebagai anak ketiga. Bersama Ibu saya, Chadidjah, telah membina rumah tangga selama 53 tahun lamanya dan di dalam rumah tangga seperti inilah ayah saya adalah pahlawan saya. Tidak diberi gelar Pahlawan apapun oleh Negara, itu bukan persoalan bagi saya dan semua saudara saya. Bertubi-tubi kepada saya,  selaku wakil keluarga, datang permintaan agar nama ayah saya digunakan untuk nama salah satu jalan di Surabaya, saya menolaknya karena begitulah keputusan keluarga yang ditinggalkan beliau. Meskipun tidak sesuai dengan pesan pribadi, yang diketaui oleh banyak kalangan masyarakat, ayah saya menginginkan agar tidak dimakamkan di Taman Makan Pahlawan yang manapun, tetapi faktanya sekarang makam beliau ada di TMP jalan Majen. Soengkono di Surabaya. Hal ini karena kemauan ibu saya, yang amat prihatin dengan kondisi pada waktu itu dari  Makam Jalan Tembok Dukuh di mana ayah beliau: Arnowo dimakamkan, telah bertumpuk-tumpuk dengan makam para anggota keluarga yang lain. Di makam Ngagel, di mana Boeng Tomo dimakamkan, juga sering sekali banjir di mana jenazah dimasukkan kedalam lubang yang penuh air. Itulah sebabnya mengapa atas desakan Sekretariat Negara, Gubernur Jawa Timur Majen. Wahono dan Walikota Surabaya Kolonel drg. Poernomo Kasidi  ayah saya akhirnya disetujui oleh ibu saya untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.   
DSCN0009.JPGDSCN0007.JPG
Photo saya dan istri di depan Patung Doel Arnowo, dan prasasti di bawahnya.

Anwari Doel Arnowo
Toronto 20/10/2010









No comments:

Post a Comment