My Blog List

Saturday, October 30, 2010

Rumah dan Pekerjaan

Anwari Doel Arnowo 30 Oktober, 2010.
Rumah dan Pekerjaan

Dua hal ini amat penting dalam kehidupan manusia, baik yang modern maupun yang purbakala.
Manusia jaman purba rumahnya mungkin di dalam gua atau di atas pohon. Tempat kerjanya, mungkin juga di alam terbuka di sekitarnya, bisa hutan, bisa sungai atau tepi sungai atau pantai danau luas atau laut.
Manusia modern?? Ya, rumah dari segala macam bentuk. Yang paling sederhana adalah di emper toko yang sedang tutup pada malam hari. Ada yang berupa tenda wana biru terbuat dari plastik dan bertiang sepotong kayu bekas apa saja. Di dalamnya ada anaknya di situ dan juga istrinya. Mereka adalah korban urbanisasi. Mungkin rumah aslinya masih ada di desa nun jauh di sana di Selatan Jawa Tengah atau dekat kota Tegal dan di Jawa Timur. Rumah aslinya itu mungkin juga di atas tanah 200 meter, miliknya sendiri, cukup besar bangunannya, tetapi mengapa dia rela tinggal di situ? Tanpa listrik dan tanpa jaminan apa-apa?
Karena nafkah sulit didapat, maka dia itu berusaha mendekatkan dirinya dengan tempat kerjanya yang dia merasa mampu.
Macam apa pula pekerjaannya itu? Dia ini bisa saja tukang pulung barang bekas, plastik bekas dan semua yang bekas kecuali bekas pejabat apalagi yang korup. Yang penting dia tidak melewatkan kesempatan mendaur ulang barang-barang bekas itu dan menjualnya serta mendapat penghasilan daripadanya. Apakah dia perduli barang bekas itu hasil dari tempat buang penyakit, dari tempat bungkus tindak kejahatan dan dari bekas kotoran manusia?? TIDAK. Sekali lagi, yang teramat penting sekali: untuk segera bisa bekerja memanfaatkan kesempatan, agar barang-barang yang memang tidak dikehendaki lagi oleh pemilik lamanya itu bisa didaur ulang dan produk akhirnya adalah uang.
Singkat dan tegas pikirannya. Halal atau haram, what the heck-perduli setan! Biar ungkapan bahasa Inggris begini kalau hanya sekedar memaki saja, saya sudah belajar, katanya di dalam hati. Itu dipelajarinya sebab dia mendengar percakapan antara dua orang yang satu memanggil temannya agar segera berjalan. Tetapi temannya ingin terlebih dahulu memberikan sesuatu kepada dia, sebuah bungkusan berupa sisa makanan. Teman yang memanggilnya tadi,  mengucapkan kalimat seruan “What The Heck?!?. Biarpun waktu itu dia belum mengerti artinya, sakit dan tajam juga dirasakan di pendengarannya. Apalagi pada suatu saat di kemudian hari dia bertemu dengan seorang yang juga seorang gelandangan, sesama orang Jawa juga, yang mengerti bahasa Inggris. Dari dialah diketauinya apa arti ungkapan tadi.
Kalau dia hidup susah seperti ini apa sih peran kepercayaannya selama ini. Para pemuka kepercayaan yang telah ditemui dan dipercayainya selama ini tidak ada satupun yang menolongnya memperbaiki kehidupannya. Yang dikenal olehnya hanyalah yang selalu meminta derma, mengharuskan sedekah dan memaksa dia berzakat, sedang yang men-zakati atau mendermai dirinya lalu lalang di depan matanya tanpa menyempatkan diri menengok dia.
Maka berangkatlah dia ke Jakarta dan tinggal di “rumah”nya yang mungil dan amat sederhana dari plastik warna biru itu, sehari-hari tanpa baju yang lengkap, hanya celana pendek. Tetapi di sini dia makan biarpun tidak tiga kali tetapi sering dua kali. Itu semua dari hasil mendaur ulang palstik bekas dan kertas serta kardus bekas.
Ah, belum tentu semua harinya seperti itu. Ada saja yang memberi makanan kepadanya tanpa pamrih.
Pada suatu saat ada seorang laki-laki yang tidak muda lagi yang sedang jogging dan tiba-tiba berhenti di depannya, mengamati dirinya dan tanpa mengatakan ba atau bu atau bi, dia mengulurkan tangannya ke belakangnya. Mengambil dompetnya dan memberikan uang kertas lima puluh ribu Rupiah. Memberikan uang itu kepadanya, dan sekali lagi diam seribu bahasa, dia berlalu meneruskan joggingnya. Wah si pejogging tadi manusia bener atau bukan ya, kata batinnya. Ah, ini uangnya beneran, kok?!?! Waduhh, matur kesuwun, den! Siapa itu ya Den Bagus tadi?? Jogger yang menjadi Gusti?! Apa dia pikirkan bahwa uang itu asalnya dari hasil korupsi, atau dari hasil rencana kejahatan? Sekali lagi What The Heck. Dia langsung pulang dan membagi rejekinya dengan anak istrinya.
Itu adalah gambaran banyak orang yang sekarang hidup di Jakarta dan kota-kota besar di seluruh Indonesia. Mereka dianggap sebagai sebagian dari kotoran Jakarta dan sampah kota saja layaknya. Saya bisa bercerita seperti ini karena tidak pernah menghindari “wawancara” yang puluhan kali yang saya lakukan dengan kaum miskin, kaum papa dan para gelandangan serta preman ini. Cerita ke sana dan ke sini, NGALOR NGIDUL ,  saya telah menuliskannya sebagian seperti di atas.
Berapa jumlah mereka ini? Yang penghasilannya kurang dari dua US Dollar sehari?? Ini versi miskin menurut banyak Badan macam-macam di dunia, yang ada di PBB, yang ada di USA, dan yang ada di World Bank. Tanyakan  jumlahnya di Biro Statistik, di Menko Kesejateraan Rakyat atau di Metro TV serta di TVTiga. Atau di LSM yang  selalu berniat mengangkat kemiskinan? Ini istilah yang rancu!! Masakan kemiskinan kok diangkat! Apanya yang diangkat itu?? Jumlah orang miskinya? Moga-moga saja bukan tingkat atau peringkat kemiskinannya.
Saya yakin jawab mengenai jumlahnya akan menunjukkan angka yang berlain-lainan dari tiap Badan itu.
Saya pribadi sudah menjadi pemerhati kaum papa serta miskin dan sengsara sejak saya masih muda, sejak saya masih 15 tahunan. Kesimpulan utamanya adalah bahwa hal ini tidak akan bisa disembuhkan, oleh tata kelola dan tata usaha pemerintahan yang berbentuk apapun. Republik, Kerajaan, Kekaisaran dan Komunisme, Keagamaan serta Sosial yang manapun. Lihat saja contoh dan contonya di Arab Saudi yang kaya raya, juga di USA dan Jepang serta Jerman dan Swedia yang makmur serta di Roma yang dekat dengan Vatikan. Bahkan di Kuba yang sosialis di bawah Fidel Castro. Brunei dan Malaysia?? Apa ada yang bebas kemiskinan? TIDAK ADA SATUPUN !!...
Obat yang bisa diberikan kepada kaum papa dan sengsara ini hanya berupa semangat, berupa ketrampilan, berupa state of mind, mindset yang bisa membantu mereka ini, menyiapkan mental mereka setiap pagi bangun tidur, untuk bisa menolong dirinya sendiri dan bekerja mencari nafkah halal. Pekerjaan seperti ini tanggung jawab siapa? Itu tanggung jawab pemerintah, para penyelenggara pemerintahan Negara serta tanggung jawab kita sendiri, siapapun yang mau dan mampu. Saya sudah mengerjakan semampu saya sepanjang hidup saya, tanpa ba dan bu serta bi. Dengan cara saya yang unik sendiri, diam-diam, tanpa bicara ke sana dan ke sini. Saya tau bahwa yang telah saya kerjakan adalah merupakan a very tiny dot – sebuah noktah kecil.
Tidak apa-apa, tanpa nilai atau dinilai sedikit sekalipun penilaiannya, hati saya akan tetap berkata: pasti berguna.
Sering saya kutip perkataan yang paling saya sukai: Janganlah kita menjadi fakir (dompetnya) karena diberi bekal yang disebut dengan istilah AKAL yang memang sudah diinstall serta telah ada sebelum kita terlahir di dunia. Kafir adalah kondisi yang tinggal satu langkah lagi akan bisa berbuat kufur (perbuatan yang tidak baik dan menjurus ke arah pelanggaran Undang-Undang).
Sehubungan dengan masalah pemulung ini saya ingat kepada sebuah link: http://www.flixxy.com/convert-plastic-to-oil.htm  (Silakan CTRL +KLIK). 
Apalagi janganlah sampai fakir pola pikirannya dan ideanya.
Tolonglah para pembaca perhatikan. Kalau apa yang ada di dalam link ini memang benar adanya, apakah tidak sebaiknya kita himpun dana dari kalangan kita untuk membeli mesin ini dan menolong kaum miskin ini dengan menggunakannya sebaik-baiknya? Tambah penghasilan di segala bidang dan di mana-mana, di pelosok-pelosok di seluruh negeri kita, menciptakan kerja di mana-mana. Siapa yang sanggup menjadi koordinatornya, silakan. Ini adalah salah satu cara yang akan banyak menolong, di manapun tempatnya, di desa, di atas gunung dan di pantai atau tempat-tempat lain yang terpencil sekalipun.
Mari kita kembali ke masalah rumah.
Di dalam benak saya selaku orang Jawa yang telah dicekokkan ke dalam otak saya oleh lingkungan-lingkungan di mana saya pernah berada, adalah berusahalah mempunyai rumah sendiri. Apalagi kalau bisa dekat dengan tempat kerjanya. Pedoman orang Jawa yang saya sering dengar adalah: Sandang, Pangan, Papan, Lara, Pati. Itu urutannya: Pakaian, Makanan, Rumah, Sakit dan Mati. Jaman sekarang sandang itu bukan terlalu sulit di dapat. Pangan juga. Rumah agak mulai sulit dan selebihnya (Lara dan Pati) di luar kontrol kita yang sederhana. Kalau hidup kita sudah sejahtera serta mampu berfikir secara lebih canggih maka Sakit dan Mati bisa dikelola dengan manajemen yang baik.
Rumah, pada saat ini, telah menjadi tujuan utama, hanya sayangnya agak dipaksakan. Banyak yang telah mengadakan rumah dengan sedikit banyak telah memaksakannya. Saya sebut demikian didorong oleh karena rasa gengsi dan “kehormatan semu” yang didapat dari situasi sekelilingnya. Maka seperti sudah pernah saya singgung di dalam tulisan saya yang telah lalu, terjadilah yang saya sebut sebagai menggadaikan masa depan (Pawn The Future).
Bisa terjadi seseorang telah menemukan rumah yang amat mendekati seperti  idamannya selama ini, tetapi jauh di luar kota, bahkan di kota lain. Jadi terpaksalah masalah jarak tidak dipandang sebagai masalah besar, padahal di sinilah terletak masalah ongkos perjalanan, ada masalah waktu perjalanan dan ada masalah kesehatan. Begitulah maka timbullah masalah waktu tempuh perjalanan, badan rasa lelah dan hambatan-hambatan lain yang belum secara serius terpikirkan sebelumnya. Anak menjadi besar dan sekolah yang dianggap sesuai untuk sang anak, tidak ada di sekitar rumah sekarang? Apa daya? Dokter atau fasilitas kesehatan? Uwah uwaaaahh, banyak benar ya  hambatannya?
Di tempat yang berkecukupan dan tertata rapi seperti di Toronto, Kanada saja, masalah begini masih ada juga.
Pada waktu muda memiliki rumah yang jauh dari downtown, padahal kendaraannya mencapai tempat kerjanya memangsa waktu hampir dua jam, pergi pulang empat jam. Maka dowtown biasanya ditempati oleh para pekerja makan gaji atau pengusaha yang bisa membayar segala sesuatunya dari gajinya setiap bulan. Mereka bisa digolongkan sebagai The Haves – Yang Mampu. Biaya parkir mobil sehari sekian dan sebulan sekian puluh Canadian Dollar, akhirnya mobil diparkir di dekat stasiun Subway yang ada di dekat rumah, atau diantar oleh sang istri sampai di situ, terus melanjutkan perjalanan menggunakan subway saja.
Sekarang menjadi lebih tua, bertambah umur, anak menjadi besar dan membangun rumah sendiri, mereka tinggal di downtown sesuai karirnya.
Lalu apa yang terjadi?
Bukannya kacang lupa dari kulitnya, akan tetapi memang sang anak tidak bisa meluangkan waktu mengunjungi orang tuanya seperti dikehendaki oleh para orang tuanya. Berikutnya adalah phenomena baru. Para orang tua yang telah memiliki rumah idaman dari kebanyakan orang, yang terletak agak jauh dari downtown, ternyata sekarang mengalir kembali ke downtown. Membeli condominium dan apartment di downtown agar bisa lebih dekat dengan anaknya. Maka di jalan-jalan di downtown, di community center dan di shopping malls, banyak juga manusia-manusia lanjut usia ini keluyuran. Mereka menggunakan tongkat dan kereta dorong stroller serta scooter yang khusus untuk para disabled atau penyandang cacat, ikut serta memenuhi daerah downtown.
Dengan siklus kehidupan yang saya coba gambarkan di atas, saya harap mereka yang sedang mengalami menata jenjang kehidupannya, pikirkanlah sebaik-baiknya dan menyesuaikan segala sesuatunya dengan keunikan kondisi masing-masing. Jangan terlalu hirau dengan aliran mode dan gengsi apalagi HARGA DIRI model yang telah lalu. Harga diri model itu amat memakan hati dan biaya, bisa menghancurkan rumah tangga.

Anwari Doel Arnowo
Toronto - 30/10/2010


Friday, October 29, 2010

Labu Kuning terbesar di dunia kita dan di dunia saya


Breaking the world record pumpkin weight has become an annual event. So, it's no surprise to learn that the record was indeed broken again this year. What is a surprise, was the weight, a record smashing 1810.5 pounds!

Chris Stevens of New Richmond, Wi. brought his 1810.5 pound pumpkin, to the Stillwater Harvest fest in Stillwater, Minnesota, on October 9, 2010. 



C:\Documents and Settings\anwari\My Documents\My Pictures\2010-10-29\P29-10-10_21-31.jp
Masyarakat Toronto sedang gandrung Haloween
                             Anwari Doel Arnowo - Toronto






Wednesday, October 20, 2010



Anwari Doel Arnowo
20/10/2010
Pahlawan
Akhir-akhir ini banyak sekali orang menyebut masalah kepahlawanan.
Dari Pahlawan Nasional sampai dengan pahlawan devisa, mereka ini adalah para pekerja (umumnya Pembantu Rumah tangga yang bekerja di luar negeri dan menghasilkan devisa)
Pahlawan bagi saya bisa terjadi karena perbuatan yang dianggap heroik oleh kalangan orang banyak. Tergantung kalangan di mana terjadinya perbuatan kepahlawanan. Tergantung kepada waktu dan sifat kepahlawanannya juga. Yang boleh menilai kepahlawanan itu hanyalah orang lain di luar dirinya sendiri, termasuk boleh saja anaknya pribadi, seperti baru-baru ini dikemukakan oleh anak bekas pimpinan pemerintahan orde baru, yang menyatakan bahwa pengakuan soal kepahlawanan adalah soal waktu saja. Surak, surak horeee kata orang Jawa.
Mereka yang sepihak dengan sang anak itu tentu gembira , karena selama pemerintahan sang ayah yang pimpinan orde baru itu, mereka telah diuntungkan secara materi dan macam-macam komoditi hasil dari  pencuri nomor satu di dunia, sebagai yang telah mencuri sejumlah uang senilai 15 sampai 35 miliar US Dollar dengan pernyataan resmi dari StAR (Stolen Assets Recovery) yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) Ban-Ki Moon. Silakan baca Bab 2.2 Table 1 di : http://siteresources.worldbank.org/NEWS/Resources/Star-rep-full.pdf
Saya tidak mengiri, saya tidak ingin mendapat bagian setitikpun materi dari kemuliaan dan kekayaan yang timbul terhadap bapaknya sang anak ini. Justru saya amat kasihan terhadap upaya ini, yang mau  mengangkat sesuatu yang dianggap amat “penting”, tetapi tidak memerdulikan sakit hatinya jutaan manusia lain yang telah dianiaya dan disengsarakan serta telah dicabut hak-haknya berikut nyawanya. Sebagai manusia biasa nyawa adalah harta terakhir yang dimilikinya. Yang seperti ini pun dicabut juga. Janganlah seperti yang selalu telah terjadi, bahwa kalau ada perbuatan jelek maka pelakunya adalah oknum. Pimpinan lepas dari tanggungjawab. Saya kupas dan mengingatkan saja bahwa sifat-sifat yang melekat di dalam kriteria kepahlawanan sungguh amat jauh dari yang begitu.
Jaman dahulu kala para pahlawan dengan mudah diciptakan, biasanya dengan myth (mitos) berupa kekuatan ekstra manusia, yang tidak dimiliki oleh sembarang orang biasa. Gatotkaca bisa terbang, demikian juga superman, Raja atau Ratu tidak mempan senjata tajam, Raja yang yang memiliki kesaktian Illahi, mencarikan kedekatan sang Sultan dengan kekuatan ghaib, mengarah ke-Dewa-an. Kemudian ada peranan sejarawan yang biasanya selalu dekat dengan sang penguasa, yang bersedia menuliskan secara bombastis kehebatannya sang penguasa. Anda bayangkan saja bagaimana mungkin Khubilai Khan di”cerita”kan telah dapat menggerakkan tentaranya sekian ratus ribu manusia beserta pasukan berkudanya menaklukkan Eropa dan menjalani rute dari Mongol ke Eorpa. Makan waktu berapa tahun waktu itu?? Bandingkan dengan yang ada di link berikut: http://en.wikipedia.org/wiki/Kublai_Khan .  Bila anda yang berkuasa, saat ini, dan menggerakkan pasukan seperti itu dengan fasilitas modern yang ada, Pesawat Hercules dan logistik makanan serta perlengkapan perang dari Mongol ke Eropa, sanggupkah??
Dalam hal kepahlawanan Soekarno, bersama dengan Mohammad Hatta,  saya ingin mendapatkan kepastian apakah beliau sudah pernah mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mereka proklamasikan. Apakah Gelar Pahlawan Proklamator itu sudah setara ataukah masih belum sama, dengan Gelar Pahlawan Nasional? Sudah saya upayakan mendapatkan data resminya seperti antara lain saya baca di :   http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno . Tolong bantulah saya mencarikannya di mana saya akan bisa pakai sebagai referensi resmi untuk selanjutnya. Hal ini saya pandang amat penting bagi kejujuran terhadap anak-anak dan cucu-cucu kita di kemudian hari. Saya tidak punya kepentingan lain. Juga silakan baca: http://www.jpnn.com/read/2010/10/18/74795/Kemensos-Usulkan-10-Calon-Pahlawan-Baru-ke-Istana-
Apabila pihak penguasa sekarang ingin sekali menjalankan hal-hal yang berlawanan dengan aspirasi dari masyarakat Indonesia yang saya golongkan sebagai The Silent majority (Masyarakat mayoritas yang diam-diam saja) itu biasanya karena hal-hal seperti berikut ini.  Bahwa masyarakat yang seperti ini exist (nyata-nyata ada) di dalam kalangan Republik kita, janganlah tidak percaya. Masyarakat yang seperti ini ada, yang secara sengaja pura-pura tidak perduli karena sesungguhnya ketakutan akan terganggu kehidupannya. Selama masih ada rasa seperti ini, berarti kita tidak akan mampu untuk berlaku jujur kepada anak-anak dan cucu-cucu kita yang ada dan yang akan datang.
Banyak di antara para pahlawan yang telah keliru kita angkat dan sama sekali tidak pantas dijadikan pahlawan. Yang telah bersemayam di Taman Makam Kailbata saja sudah sekian banyak yang koruptor kelas ikan hiu, bukan sekedar kakap. Yang menempelkan Bintang Mahaputra di DADA ISTRINYA SENDIRI JUGA SUNGGUH-SUNGGUH MENAKJUBKAN “KEBERANIANNYA BERBUAT SEPERTI ITU”
Ayah saya sendiri juga bukan pahlawan apa-apa, tetapi patungnya ada didirikan di dalam lingkungan Tugu Pahlawan di kota Surabaya. Ironisnya para penanda-tangan peresmian Tugu Pahlawan inipun sampai hari ini, saya duga belum atau tidak pernah diumumkan sebagai Pahlawan. Mereka itu adalah Walikotamadya Surabaya (1950s/1952) bernama Doel Arnowo dan Presiden Republik Indonesia(1945 s/d 1966?) bernama Ir. Soekarno.
Saya masih menganggap ayah saya sebagai ayah saya yang utuh, sebagai ayah dengan 11 orang anak dan saya sebagai anak ketiga. Bersama Ibu saya, Chadidjah, telah membina rumah tangga selama 53 tahun lamanya dan di dalam rumah tangga seperti inilah ayah saya adalah pahlawan saya. Tidak diberi gelar Pahlawan apapun oleh Negara, itu bukan persoalan bagi saya dan semua saudara saya. Bertubi-tubi kepada saya,  selaku wakil keluarga, datang permintaan agar nama ayah saya digunakan untuk nama salah satu jalan di Surabaya, saya menolaknya karena begitulah keputusan keluarga yang ditinggalkan beliau. Meskipun tidak sesuai dengan pesan pribadi, yang diketaui oleh banyak kalangan masyarakat, ayah saya menginginkan agar tidak dimakamkan di Taman Makan Pahlawan yang manapun, tetapi faktanya sekarang makam beliau ada di TMP jalan Majen. Soengkono di Surabaya. Hal ini karena kemauan ibu saya, yang amat prihatin dengan kondisi pada waktu itu dari  Makam Jalan Tembok Dukuh di mana ayah beliau: Arnowo dimakamkan, telah bertumpuk-tumpuk dengan makam para anggota keluarga yang lain. Di makam Ngagel, di mana Boeng Tomo dimakamkan, juga sering sekali banjir di mana jenazah dimasukkan kedalam lubang yang penuh air. Itulah sebabnya mengapa atas desakan Sekretariat Negara, Gubernur Jawa Timur Majen. Wahono dan Walikota Surabaya Kolonel drg. Poernomo Kasidi  ayah saya akhirnya disetujui oleh ibu saya untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.   
DSCN0009.JPGDSCN0007.JPG
Photo saya dan istri di depan Patung Doel Arnowo, dan prasasti di bawahnya.

Anwari Doel Arnowo
Toronto 20/10/2010









Wednesday, October 13, 2010

DEBAT ATHEIST DAN YANG PERCAYA

Yang percaya Tuhan, Agama, Tuhan dan Agama,  Agama saja lupa Tuhan atau Tuhan saja tanpa Agama berdebat dengan Yang Atheist (Tidak Percaya Tuhan dan Agama) ... 



DEBAT MUNK


Hitchens, Blair to debate role of faith

SONIA VERMA

From Tuesday's Globe and Mail
Published Tuesday, Oct. 12, 2010 3:00AM EDT
Last updated Wednesday, Oct. 13, 2010 9:29AM EDT
·                  Email
·                   
·                   
·                  Print/License
·                  Decrease text sizeIncrease text size
Click Here
One is a prominent atheist, the other a devout Roman Catholic. Both share mutual admiration for each other, but for a few hours next month, they will be adversaries, facing off over the contentious topic of religion.
Renowned author and journalist Christopher Hitchens and former British prime minister Tony Blair will share a stage for the sixth semi-annual Munk Debates this November.

MORE RELATED TO THIS STORY

·                                 Cherie Blair: Don't even try to keep her quiet
VIDEO

Hitchens skips own prayer vigil

“This debate is not about the existence of God,” says Rudyard Griffiths, co-director and moderator of the Munk Debates.
“We have asked Mr. Blair and Mr. Hitchens to wrestle with the more immediate question facing developed and developing nations: Is religion a force for peace or conflict in the modern world?” he explained.
The official resolution, “Be it resolved, religion is a force of good for the world,” is close to the hearts of both debaters.
Arguing for the resolution, Mr. Blair said: “Understanding religion and people of faith is an essential part of understanding our increasingly globalized world.”
“The good that people of faith all over the world do every day, motivated by their religion, cannot be underestimated and should never be ignored. But there are a lot of misconceptions out there about religion.
“Challenging the myths that are born out of the actions and words of a controversial few is incredibly important,” added Mr. Blair, who has served as the Quartet’s special envoy to the Middle East, and recently released his bestselling memoir, A Journey: My Political Life.
Religion has figured more prominently in the former prime minister’s life since he left office. Two years ago, he launched the Tony Blair Faith Foundation, which promotes “respect and understanding” among the world’s three major religions.
Mr. Hitchens, in contrast, has renewed his beliefs in atheism since being diagnosed with esophageal cancer earlier this year. His most recent bestselling books, God Is Not Great: How Religion Poisons Everything, andHitch-22: A Memoir, argue religion is a false promise that fosters apathy.
Speaking from his home in Washington where he is undergoing chemotherapy, he said religious people tend to claim moral authority on ethical issues which is often false.
While he respects many of the political decisions Mr. Blair made while he was in office, including international interventions in the Balkans, Sierra Leone and Iraq, he says he’s confounded by Mr. Blair’s recent public embrace of religiosity.
“He couldn’t do it while he was prime minister, but he went ‘over to Rome’ as soon as he could. Very bizarrely he did this at one of the most conservative times for the Catholic Church, under one of the most conservative Popes,” he said.
“I’ve never had the chance to sit down on talk it through with him … It’s not like I’m going to be arguing with [U.S. televangelist] Pat Robertson. Mr. Blair’s a much more complex person than that,” he added.
Mr. Blair, for his part, said he was “delighted that I’ll be putting my argument across in the Munk Debates … discussing a subject that is of utmost importance to world affairs.
“Christopher, for whom I have great respect, promises to be a formidable opponent,” he said.
While previous debaters have included heavy hitters such as special envoy Richard Holbrooke and HIV/AIDS UN special envoy Stephen Lewis, this fall’s debaters are generating international buzz.
“There is interest from all over the world,” said Peter Munk, who created the debates through the Aurea Foundation, a Canadian charity he established with his wife, Melanie, in 2006.
“This is going to be a heated, stimulating and informative debate on a subject as current as it gets,” he said.
The Munk Debates are open to the public. The debate will take place on Friday, Nov. 26, at Roy Thomson Hall in Toronto at 7 p.m. with a free public reception to follow. Tickets go on sale 11 a.m. on Oct. 14.
Live streaming will be available at www.munkdebates.com


Ini terjemahan otomatik Google:


Hitchens, Blair untuk berdebat peran ke-iman-an
Sonia Verma
Dari hari Selasa Globe dan Mail
Diterbitkan Selasa, 12 Oktober 2010 03:00 EDT
Terakhir diperbaharui Rabu, 13 Oktober 2010 09:29 EDT
94 comments
• Email


• Cetak / Lisensi
• Penurunan teks sizeIncrease ukuran teks

Satu adalah ateis terkemuka, yang lain taat Katolik Roma.Keduanya saling mengagumi berbagi satu sama lain, tetapi untuk beberapa jam bulan depan, mereka akan lawan, menghadap off atas topik perdebatan agama.
pengarang terkenal dan wartawan Christopher Hitchens dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair akan berbagi panggung untuk Debat Munk keenam semi-tahunan bulan November ini.
LEBIH BERHUBUNGAN DENGAN CERITA INI
• Cherie Blair: Jangan pernah mencoba untuk tetap tenang
• mohon tidak dewa Anda untuk ateis Hitch

VIDEO
Hitchens melompati penjagaan doa sendiri
"Perdebatan ini bukan tentang keberadaan Tuhan," kata Rudyard Griffiths, co-direktur dan moderator Debat Munk.
"Kami telah meminta Mr Blair dan Mr Hitchens untuk bergulat dengan pertanyaan yang lebih mendesak yang dihadapi negara maju dan berkembang:? Apakah agama kekuatan bagi perdamaian atau konflik dalam dunia modern" jelasnya.
Resolusi resmi, "Jadilah itu diselesaikan, agama merupakan kekuatan yang baik bagi dunia," dekat dengan hati dari kedua debat.
Berdebat untuk resolusi, Mr Blair mengatakan: "Memahami agama dan orang-orang beriman merupakan bagian penting dari pemahaman dunia kita yang semakin global."
"Yang baik bahwa orang-orang beriman seluruh dunia lakukan setiap hari, termotivasi oleh agama mereka, tidak dapat diremehkan dan tidak boleh diabaikan. Tetapi ada banyak kesalahpahaman di luar
sana tentang agama.
"Menantang mitos yang lahir dari tindakan dan kata-kata beberapa kontroversial adalah sangat penting," tambah Mr Blair, yang telah menjabat sebagai utusan khusus Kuartet untuk Timur Tengah, dan baru-baru ini merilis memoar laris, A Journey: My Life Politik.
Agama telah berpikir lebih menonjol dalam kehidupan mantan perdana menteri sejak ia meninggalkan kantor. Dua tahun lalu, ia meluncurkan Tony Blair Faith Foundation yang mempromosikan "menghormati dan pemahaman" di antara tiga agama besar dunia.
Mr Hitchens, sebaliknya, telah memperbaharui kepercayaan di ateisme sejak didiagnosa menderita kanker esophagus awal tahun ini. buku laris terbaru Nya, Allah Bukan Great: Bagaimana Racun Agama Semuanya, andHitch-22: A Memoir, berpendapat agama adalah janji palsu yang menumbuhkan sikap apatis.
Berbicara dari rumahnya di
Washington di mana ia menjalani kemoterapi, ia mengatakan bahwa orang agama cenderung mengklaim otoritas moral tentang isu-isu etis yang sering salah.
Sementara ia menghormati banyak keputusan politik Mr Blair dibuat saat dia di kantor, termasuk intervensi internasional di Balkan,
Sierra Leone dan Irak, katanya dia bingung oleh publik baru-baru ini Mr Blair pelukan religiusitas.
"Dia tidak bisa melakukannya ketika dia perdana menteri, tapi ia pergi 'ke Roma' sesegera mungkin. Sangat aneh ia melakukan hal ini pada salah satu saat yang paling konservatif bagi Gereja Katolik, di bawah salah satu Paus yang paling konservatif, "katanya.
"Aku tidak pernah punya kesempatan untuk duduk di berbicara melalui dengan dia ... Ini tidak seperti aku akan berdebat dengan [AS televangelis] Pat Robertson. Mr Blair orang kompleks lebih dari itu, "tambahnya.
Mr Blair, untuk bagian itu, mengatakan ia "senang bahwa saya akan meletakkan argumen saya di dalam Debat Munk ... membahas topik yang sangat penting untuk urusan dunia.
"Christopher, untuk siapa saya sangat menghormati, berjanji untuk menjadi lawan yang tangguh," katanya.
Sementara debat sebelumnya telah menyertakan hitter berat seperti utusan khusus Richard Holbrooke dan HIV / AIDS Utusan khusus PBB Stephen Lewis, debat ini jatuh adalah menghasilkan buzz internasional.
"
Ada minat dari seluruh dunia," kata Peter Munk, yang menciptakan perdebatan melalui Yayasan Aurea, sebuah badan amal Kanada ia mendirikan bersama istrinya, Melanie, pada tahun 2006.
"Ini akan menjadi panas, merangsang dan debat informatif pada subjek lancar karena mendapat," katanya.
Munk Debat terbuka untuk umum. Perdebatan akan berlangsung pada hari Jumat, 26 Nov di Roy Thomson Hall di Toronto pukul 7 malam dengan penerimaan umum gratis untuk mengikuti. Tiket mulai dijual 11:00 pada 14 Oktober.
Live streaming akan tersedia di
www.munkdebates.com

Monday, September 20, 2010

A Fine Lady





Hari Minggu, tanggal 19 September, 2010
Di The Beaches, Queen Street East
Toronto, Kanada

Saya sedang memegang camera membuat photo istri saya melawan sinar matahari pagi. Saat itu pukul 07:23:34 matahari terbit pukul 07:01 karena baru saja musim panas berakhir, dan mulailah resminya memasuki musim gugur (Autumn atau Fall), bertepatan dengan waktu hari libur Labour Day pada hari Senin yang lalu . Matahari tenggelam pada hari ini pukul 07:26. Lumayan bisa sama banyaknya siang dan malam hari. Selama bulan Puasa yang lalu matahari, lebih dari sehari berada di langit melebihi 14 jam lamanya. Berbuka puasa bisa saja pada pukul 20:45 malam hari, padahal terbitnya matahari pada sekitar pukul 05:45 !
Tampak dari jauh seorang Ibu berlari bersama anjingnya dan terlihat  membelokkan arah ke arah kami berada. Ketika telah cukup dekat, sambil sedikit tersengal napasnya, dia berkata kepada saya:”Can I help with your camera, taking picture for both of you??” Ini adalah pertanyaan biasa yang ditawarkan oleh orang kalau melihat seseorang yang sibuk memotret dan tidak sempat memasukkan dirinya sendiri sebagai yang dipotret. Itu sopan santun umum di sini. Wah saya jawab tidak usah saja, cukup, terima kasih. : “Tetapi apakah saya boleh memotret anjingmu yang lucu itu??” Ini juga basa basi biasa memuji anjing orang lain. Sejak lama sudah saya biasa berbasa-basi cara di sini seperti ini. Tetapi sering juga saya merasakan bukan sebagai basa-basi, tetapi terasa nyaman juga di hati saya. Bincang-bincang seperti ini bukannya tidak berguna, lumayan juga sering bisa mendatangkan rasa gairah positif, siapapun lawan bicaranya.
Dia terlihat senang anjingnya mendapat perhatian orang lain, dan sambil mengucapkan: “Have a nice walk”, yang saya jawab juga: “And you too”. Setelah saya ambil photonya seperti terlihat di atas, dia meneruskan larinya dan kami berdua berjalan di belakang sang lady.
Tiba-tiba saja saya lihat dia membongkokkan badannya dan mengambil sesuatu. Oh, dia mengambil sebuah gelas bekas kopi yang dibuang orang di bawah sebuah bangku untuk isitirahat yang amat banyak disediakan di sepanjang  pantai ini. Hampir sekitar setiap 50 meter selalu ada bangku seperti ini, dipakai orang untuk duduk menghadap ke pantai Danau Ontario yang luas sekali. Bangku seperti ini biarpun hampir semua seragam bentuknya, ternyata disumbang oleh warga kota yang ingin memperingati salah seorang anggota keluarganya atau disayanginya, tampak seperti pada plaquette berbahan metal, yang ditulisi dan dilekatkan pada tiap-tiap bangku. This Fine Lady meneruskan larinya sambil tetap menggenggam gelas sekali pakai itu, dan terlihat sekitar seratus meter dari tempat kami berjalan, dia membuangnya ke dalam tempat sampah yang tersedia. Yang seperti ini juga pernah saya lihat dan saya sendiri telah melakukannya juga untuk bungkus permen dan kertas/plastik apa saja, yang berada di luar tempat sampah.
He, saya tiba-tiba berpikir, di Tanah Air sendiri, mengapa tidak saya lakukan lebih sering, seperti saya pernah lakukan kadang-kadang? Saya hanya senang melakukannya ketika sedang berada di dalam sebuah Mal yang besar dan bersih. Karena apa? Karena ada tempat pembuangannya! Mestinya lebih sering saya lakukan, karena sudah jelas pemerintah tidak terlalu perduli, atau pak Gubernur, Walikota dan Bupati, mungkin Pak Camat, Pak Lurah, Ketua RW dan RT juga hampir tidak perduli sama sekali. Bagaimana Kepala Keluarga??
Sekarang saya baru sadar, mengapa saya tidak sering melakukannya! Itu disebabkan karena tidak banyak saya lihat tempat sampah untuk umum yang mampu disediakan oleh pemerintah. Oh, ya saya mengerti juga bahwa sebagai akibat pengadaan tempat-tempat buang sampah, maka harus ada pengangkutan sampah yang efisien, dan itu memerlukan biaya, biaya dari mana? Dari Pajak, dong!!
Ahaaa .... Pajaknya sudah habis dipakai untuk ... Untuk apa??
Akhirnya saya ingat lagi kepada kasus-kasus pajak yang terjadi.
Lingkaran setan memang ada di mana-mana di Indonesia  .....
Setan?? Siapa yang disebut setan????
Maka mulailah lagi kita berputar-putar  sepanjang garis lingkaran.
Lingkaran apa ??  
Ha ha ha ...

Anwari Doel Arnowo
Toronto, 2010/09/20